Keruwetan

Beberapa hari terakhir, saya sedang membuka kembali proposal disertasi untuk mengingatkan diri sendiri tentang pertanyaan riset dan hal-hal yang perlu diperhatikan. Saya selalu merasa tiap kali membaca sumber, kepala saya mengeluarkan berbagai macam skenario yang akhirnya membuat saya hilang arah dan tidak tahu mau berbuat apa. Sebenernya sangatlah menyebalkan karena hal ini membuat saya tidak bisa fokus dengan tema besar penelitian dan akhirnya berputar-putar sendiri, sebelum akhirnya kelelahan dan merasa frustrasi.

Sebagai contoh, ketika membaca bagian awal buku Ons Huis in Indies (1908) karangan Catenius-van der Meijden, saya jadi penasaran dengan proses perbaikan atau perawatan rumah pegawai pemerintah kolonial. Lalu saya beralih melihat laporan tahunan pekerjaan umum (openbare werken) yang ternyata cukup detail soal jenis perbaikan atau renovasi yang mereka lakukan, seperti mengganti lantai atau memasang jendela, beserta alokasi dana dan pengeluaran aslinya. Lalu jadi terpikir soal studi perbaikan dan perawatan yang saat ini sedang dikembangkan oleh studi arsitektural dan urban, juga studi teknologi. Lalu jadi membaca-baca soal itu dan tenggelam di dalamnya. Lalu menjadi bingung tentang apa yang harus saya pikirkan dan masukkan ke dalam riset disertasi. Dan akhirnya kelelahan sendiri. Fiuh.

Kesulitan paling besar saya selama ini adalah menjadi konsisten dan sistematis terhadap apa yang saya baca. Tentu semua hal berhubungan dan tergulung menjadi bola-bola ruwet. Dan saya selalu percaya kerja penelitian bukan selalu untuk membuat bola ruwet itu menjadi lebih ruwet lagi tetapi untuk pelan-pelan membuka keruwetan itu supaya bisa mengklarifikasi dan memahami satu hal kecil. Saya mengamini prinsip itu tapi pada praktiknya, saya lebih sering merasa overwhelmed dengan keruwetan itu. Memang bisa ya saya paham soal ini? Memang bisa ya menuliskannya dengan jernih?

Kalau moda membacamu lebih cenderung ke posisi skeptis, mungkin membaca banyak tidak terlalu masalah karena kamu akan lebih cepat menyaring banyak hal dan tidak terpengaruh oleh apa yang kamu baca. Tapi kalau moda membacamu sama seperti saya, kamu akan menyerap dan selalu terpengaruh oleh apapun yang kamu baca. Menurut pengampu lokakarya menulis di kampus, paper saya waktu itu adalah salah satu paper yang mengaplikasikan banyak hal di sesi lokakarya itu. Di dalam paper saya ada jejak-jejak dari buku yang kami baca dan percakapan bersama tentang menggunakan feminisme sebagai metode menulis sejarah. Saya merasa senang mendapat komentar itu dan di saat yang sama, saya merasa cemas karena kebiasaan menyerap dan mengaplikasikan hal yang saya baca dan dengar akhirnya membuat saya tidak dapat menentukan arah analisis dan bentuk tulisan. Mungkin benar kalau ada kalanya kita perlu berhenti sebentar membaca buku orang lain atau tidak semua saran dan komentar relevan untuk pertanyaan dan tujuan penelitian kita. But still ….

Kecemasan saya soal penelitian ini memang sumbernya adalah rasa tidak percaya diri terhadap apa yang saya kerjakan, meskipun rekan, mentor, dan orang-orang terdekat telah meyakinkan saya bahwa apa yang saya kerjakan itu penting. Pergulatan dengan metode, cara membaca, dan runut pikir akan jadi pergulatan yang panjang, dan rasanya angkuh sekali untuk mencari penyelesaiannya sekarang. Mungkin memang penulisan sejarah, jika memang ingin terjun dalam debat keilmuannya, adalah usaha-usaha bereksperimen dengan banyak hal dan saya tidak tahu sejauh mana interpretasi saya dapat dipertanggungjawabkan selain sebagai satu benang pengetahuan yang bertegangan dan terjalin dengan benang-benang lainnya.

Ah, sebenernya saya berniat menggunakan post ini untuk berbagi catatan riset atau hal-hal menarik dari sumber yang saya baca. Tapi memang lebih mudah corat-coret bacotan. Semoga minggu depan bisa sedikit beralih dari kerumitan kepala sendiri.

Leave a comment